Anggota IKAPI

COVID-19: Perspektif Hukum dan Sosial Kemasyarakatan

Penulis:
I Made Adi Widnyana, Mutria Farhaeni, I Ketut Sudarsana, I Wayan Wirta, I Gede Januariawan,
Ni Wayan Sariani Binawati, Citranu, I Gusti Ngurah Santika, I Wayan Sutama

Yayasan Kita Menulis, 2020
xii; 134 hlm; 16 x 23 cm
ISBN: 978-623-6512-16-6 (cetak)
E-ISBN: 978-623-6512-17-3 (online)
Cetakan 1, Juni 2020

Awal tahun 2020 dunia digemparkan dengan meluasnya coronavirus jenis baru (SARS-CoV-2) dan penyakitnya disebut Coronavirus Desease 2019 atau yang dikenal COVID-19. Asal mula virus ini ditenggarai berasal dari Wuhan, Tiongkok, yang ditemukan pada akhir 2019. Hingga saat ini sebagian besar Negara di dunia telah terjangkit COVID-19. Pada awalnya pasien yang terkena COVID-19 berkaitan dengan salah satu pasar di Wuhan. COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 sejumlah dua kasus. Data 1 Juni 2020 menunjukkan kasus yang terkonfirmasi positif berjumlah 26.940 kasus, 1.641 kasus kematian, dan 7.637 pasien dinyatakan sembuh.

Penyebaran virus ini memang sangat berpengaruh secara langsung terhadap kondisi kesehatan seseorang, namun langkah-langkah antisipasi yang dilakukan oleh beberapa Negara di Dunia, tentu memberikan dampak lebih luas bagi masyarakat dunia dalam berbagai sektor. Adannya langkah-langkah pembatasan fisik atau physical distancing yang dilakukan tentunya berakibat pada merosotnya pendapatan di sektor ekonomi bagi Negara dan masyarakat. Negara harus mengeluarkan anggaran yang tidak sedikit untuk penanggulangan serta pengobatan pasien COVID-19, sedangkan masyarakat kehilangan pekerjaan atau dibatasi ruang dan waktu kerjanya.

Dalam melihat fenomena COVID-19 ini dapat dilihat dari berbagai perspektif, salah satunya dilihat dari perspektif hukum dan sosial masyarakat. Di dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, secara umum terdapat 4 (empat) bentuk karantina, yaitu Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina Rumah Sakit, dan Pembatasan Sosial Berkala Besar (PSBB). Pemerintah Indonesia menerbitkan PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Selain itu, pemerintah juga menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 sebagai pedoman untuk menjalankan PSBB. Dalam Permenkes ini dijelaskan bahwa PSBB dilaksanakan selama masa inkubasi terpanjang COVID-19 (14 hari) dan dapat diperpanjang jika masih terdapat bukti penyebaran. Beberapa wilayah di Indonesia menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar setelah mendapatkan persetujuan dari Pemerintahan Pusat. Adapun pembatasan sosial yang dilakukan, antara lain peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan beragama, pembatasan kegiatan di tempat umum atau fasilitas umum, pembatasan kegiatan sosial dan budaya, pembatasan moda transportasi, dan pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan.

Maraknya penyebaran COVID-19 telah menyebabkan terjadinya perubahan sosial di masyarakat yang salah satunya didukung dengan teknologi komunikasi. Masyarakat dituntut bisa dan terbiasa. Perubahan terjadi pada cara berkomunikasi, cara berpikir, dan cara berperilaku manusia. Provinsi Bali yang dikenal memiliki tatanan adat yang diwarisi secara turun temurun berperan besar dalam mencegah meluasnya COVID-19. Keberhasilan Bali sebagai sebuah provinsi dalam menanggulangi pandemi covid-19 tidak terlepas dari peran desa adat sebagai persekutuan masyarakat tradisional. Eksistensi Desa Adat di Bali mendapat legitimasi yang lebih kuat dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali.

Ketaatan masyarakat terhadap himbauan pemerintah dalam mencegah meluasnya pandemi covid-19 karena dukungan Desa Adat. Respon cepat ditunjukkan oleh Prajuru Desa Adat, sehingga masyarakat sudah langsung melaksanakan social distancing, physical distancing, tidak keluar rumah bila tidak sangat perlu, menggunakan masker, mencuci tangan, dan semua protokol kesehatan yang dianjurkan. Hal inilah yang menggugah penulis untuk mendalami peranan Desa Adat, upaya-upaya apa yang dilakukan sehingga ketaatan masyarakat mengikuti anjuran pemerintah dalam pencegahan pandemi covid-19 dapat diikuti dengan baik. Kerja sama yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Bali dengan Majelis Desa Adat Provinsi Bali dan Parisada Hindu Dharma Provinsi Bali mampu mencegah penyebaran COVID-19 di Bali, baik secara jasmani maupun rohani. Dalam buku ini ditampilkan mengenai implikasi COVID-19 dalam perspektif hukum dan sosial kemasyarakatan. Perspektif hukum ditinjau dari aturan-aturan hukum Indonesia guna mencegah meluasnya COVID-19 di Indonesia. Adanya aturan-aturan tersebut, baik yang berasal dari hukum positif maupun hukum adat di Bali akan membawa dinamika-dinamika yang terjadi di dalam masyarakat sehingga dapat mewujudkan kehidupan normal baru bagi masyarakat (new normal life).

Bagikan

Tinggalkan Balasan