Penulis:
Tristan Rokhmawan
xii; 268 hlm ; 14 x 21 cm
ISBN: 978-623-7645-07-8
Cetakan 1, 2019
Pada masa tradisional, para ahli agama, filsuf, atau pemimpin adat adalah orang-orang yang dipercaya. Maka apa yang mereka katakan adalah sebenar-benarnya kebenaran yang harus diterima oleh masyarakat. Begitu pula masyarakat akan percaya kepada seorang raja, dimana dalam hal ini eksistensi raja seringkali dikaitkan erat dengan kekuatan entitas mahakuasa (Tuhan, Dewa, atau semacamnya). Dasarnya adalah kekaguman dan ketakutan, yang kemudian disebut dengan ketaatan.
Pada masa kini, kebenaran pun masih dikaburkan dengan kekuatan personal dan teknologi. Manusia yang peka mungkin akan mencari tahu kebenaran. Sedangkan manusia yang tidak-mau-ambil-pusing akan memutuskan untuk menerima dan menyampaikan kembali berita yang dia “yakini” kebenarannya kepada orang lain.
Apa kaitan antara folklor dengan quotes di atas? Sebenarnya tidak ada kaitan secara langsung. Namun pola perkembangannya sama : menjadi sesuatu yang dipercaya kemudian disebarkan begitu saja tanpa konfirmasi.
Begitulah sebuah bentuk folklor berkembang. Berkat kepercayaan mutlak, keengganan untuk mengklarifikasi, dan kebiasaan masyarakat untuk meng-autoshare informasi yang didapatkannya. Menjadikan narasi folklor cepat, menyebar, berkembang, menemui beberapa variasi akibat “kreatifitas” manusia dalam mengejawantahkan ulang sebuah informasi. Hingga pada akhirnya folklor menjadi dipercaya oleh sebagian besar anggota masyarakat atas dasar bahwa : semua orang tahunya juga begitu!
Mungkin penjelasan ini pula yang kemudian menjadikan James Dananjaja kemudian menuliskan folklor sebagai “Ilmu Gosip”. Hanya karena sebuah folklor akan semakin menarik layaknya gosip yang “digosok makin sip”. Semakin bumbui ceritanya akan semakin menarik.
Lihat di Google Book